Kamis, 23 Juni 2016

ABNORMALITAS



    a.    Pengertian abnormalitas atau gangguan perilaku
Abnormalitas (perilaku disfungsional) adalah suatu yang menyimpang dari normal atau berbeda dari yang khas, adalah perilaku karakteristik yang ditentukan secara subyektif, diberikan untuk mereka yang memiliki kondisi langka atau disfungsional.
Menurut Morgan dkk perilaku abnormal sering disebut dengan gangguan perilaku (behavior disorder) atau mental illness.
Atkinson dkk mencoba definisi dengan cara membandingkan perilaku abnormal dengan perilaku normal. Beberapa cara untuk mendefinisikan perilaku abnormal antara lain:
1.    Penyimpangan dari norma statistic
   Perilaku abnormalitas didasarkan pada penyimpangan kurva dalam statistik.
2.    Penyimpangan dari norma sosial
   Setiap masyarakat memiliki patokan tertentu untuk perilaku yang dapat diterima ataupun perilaku yang menyimpang (abnormal). Perilaku menyimpang tersebut tidak dapat diketahui dari norma statistiknya. Perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat bisa jadi dianggap abnormal oleh masyarakat lain.
3.    Perilaku maladaptive
   Perilaku yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang memiliki dampak merugikan dan membahayakan orang lain atau masyarakat.
4.    Kesusahan pribadi
   Menilai abnormalitas dari sudut pandang subjektif seseorang dan bukan perilaku orang tersebut.
5.    Neurosis dan Psikis
   Neurosis atau gangguan jiawa adalah gejala yang umum dialami oleh manusia pada taraf tertentu.
   Neurosis memiliki cakupan sekelompok gangguan yang ditandai dengan stress, kecemasan, kesedihan, atau gangguan maladaptive lain.
   Psikosis gangguan yang lebih serius. Perilaku dan proses berpikir individu yang sudah mengalami gangguan perilaku sehingga, sudah tidak ada lagi kontak yang realistis.
Mengenali normalitas-abnormalitas tingkah laku
Michael Rutter mengatakan bahwa tingkah laku dianggap abnormal bila terdapat gejala-gejala sebagai berikut:
1.    Tingkah laku tidak sesuai dengan usia atau jenis kelamin
2.    Kelainan menetap untuk waktu yang cukup lama
3.    Fluktuasi dalam kehidupan anak yabg diluar kebiasaan
4.    Tingkah laku yang meluas meliputi beberapa area fungsi psikologisnya
5.    Bentuk simtom mendekati gambaran gangguan fungsi psikologisnya yang ada
6.    Bentuk simtom mendekati gambaran gangguan fungsi psikologis yang ada
7.    Berat dan frekuensi dari simtom diluar kebiasaan
8.    Perubahan tingkah laku yang merupakan impilikasi adanya kelainan
9.    Situasi spesifik yang dapat mengganggu anak dalam berinteraksi dengan orang lain.

           Faktor-faktor yang mempengaruhi normalitas-abnormalitas perkembangan.
                        Beberapa kelompok yang memiliki pandangan mengenai penyebab normalitas/abnormalitas perkembangan, sebagai berikut:
1.    Kelompok yang menitikberatkan pada faktor konstitusi atau dari dalam diri individu.
   Faktor biologis yang sangat berpengaruh dalam perkembangan seseorang.
2.    Kelompok yang menitikberatkan pada faktor lingkungan atau dari luar individu.
   Faktor lingkungan yang menentukan tingkah laku seseorang.

3.    Kelompok yang menitikberatkan pada interaksi faktor dari dalam dan luar individu.
   Kelompok ini menimbulkan pertanyaan tentang mana yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan apakah faktor dari dalam atau faktor dari luar individu, tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Anne Anastasi menyatakan bahwa:

·         Baik faktor konstitusi (nature) maupun faktor lingkungan merupakan sumber timbulnya setiap perkembangan tingkah laku.
·         Kedua faktor tersebut tidak dapat berfungsi secara terpisah, tetapi saling berhubungan dengan mempengaruhi perkembangan.
·         Interaksi kedua faktor tersebut merupakan bentuk yang majemuk, artinya hubungan yang terjadi akan mempengaruhi hubungan-hubungan lain yang akan terjadi.
 Ada beberapa criteria yang sapat digunakan untuk menentukan suatu perilakiu abnormal, antara lain:
1.    Statistical Infrequency
   Persepektif ini menggunakan pengukuran statistic dimana semua variable yang akan diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva.
2.    Unexpectedness
   Biasanya perilaku abnprnal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi.
3.    Violation of norms
    Perilaku abnormal ditentukan dengn mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi.
   Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal, jika bertentangan dengan norma yang berlaku berarti abnormal.
   Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relative tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu.
4.    Personal distress
   Perilaku dinggap abnormal jika hal itu dapat menimbulkan penderfitaan dan kesengsaraan bagi individu.
   Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan standar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.
5.    Disability
   Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya.

B. KLASIFIKASI GANGGUAN
Beberapa perilaku dapat diklasifikasikan sebagai perilaku abnormal. Berdasarkan sifatnya perilaku abnormal dapat digolongkan menjadi beberapa antara lain:
1.    Yang bersifat akut atau sementara, yang disebabkan oleh perisiwa yang penuh dengan stress.
2.    Yang bersifat kronis dan selama-lamanya.
3.    Yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada system saraf.
4.    Yang merupakan akibat dari lingkungan sosial yang tidak menguntungkan dan pengalaman belajar yang keliru.

Menurut Atkinson dkk individual differences menjadikan keunikan dari individu, sehingga tidak ada dua orang yang mengalami kehidupannya secara sama persis. Namun, ada beberapa kesamaan yang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori keuntungan dan kelemahan dari penggolongan terhadap perilaku abnormal.
   Keuntungan jika kita menemukan berbagai macam perilaku abnormal yang memiliki sebab yang berbeda-beda, kita dapat memilahkan dengan kelompok individu menurut kesamaan perilaku dan kemudian mencari kesamaan lainnya.
   Kelemahan diabaikan konsep individual differences, shingga ciri-ciri khusus pada pasien dapat dibedakan pula.
Teknik Klasifikasi. Klasifikasi gangguan jiwa dikenal dengan istilah diagnosis yang digunakan para ahli jiwa di Amerika Serikat adalah Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth-Edition atau DSM-IV.
Menurut American Psychiatric Association, diagnosis menurut DSM-IV disebut sebagai Multitaxial Assessment, diklasifikasikan menjadi 4 taksis, yaitu:
Axis
Classification
Number of Classification
Axis I
Clinical Disorders Other Condiion That May Be a Focus of Clinical Attention
16
Axis II
Personality Disorder Mental Retardation

12
Axis III
General Medical Condition

16
Axis IV
Psychological and Environmental Problems

9
Axis V
Global Assesment of Functioning (GAS)
Scales:
1-100

Di Indonesia yang digunakan adalah PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa). Diagnose berdasarkan PPDGJlima aksis . kelima aksis tersebut adalah:
   Aksis I & II      : seluruhnya dapat dilihat di dalam klasifikasi PPDGJ
   Aksis II           : gangguan ciri kepribadian tertentu
   Aksis III          : gangguan fisik
   Aksis IV          : taraf stres psikososial
   Aksis V           : taraf tertinggi dari fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.docs-engine.com/pdf/1/jurnal-tentang-psikologi-abnormal.html
http://www.e-jurnal.com/2013/09/jurnal-penelitian-psikologi-abnormal.html?m=1
fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id › files

Tidak ada komentar:

Posting Komentar