a. Pengertian abnormalitas atau gangguan
perilaku
Abnormalitas (perilaku disfungsional) adalah suatu yang menyimpang
dari normal atau berbeda dari yang khas, adalah perilaku karakteristik yang
ditentukan secara subyektif, diberikan untuk mereka yang memiliki kondisi
langka atau disfungsional.
Menurut Morgan dkk perilaku abnormal sering disebut dengan gangguan
perilaku (behavior disorder) atau mental illness.
Atkinson dkk mencoba definisi dengan cara membandingkan perilaku
abnormal dengan perilaku normal. Beberapa cara untuk mendefinisikan perilaku
abnormal antara lain:
1. Penyimpangan dari norma statistic
→ Perilaku abnormalitas didasarkan pada
penyimpangan kurva dalam statistik.
2. Penyimpangan dari norma sosial
→ Setiap masyarakat memiliki patokan
tertentu untuk perilaku yang dapat diterima ataupun perilaku yang menyimpang
(abnormal). Perilaku menyimpang tersebut tidak dapat diketahui dari norma
statistiknya. Perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat bisa jadi
dianggap abnormal oleh masyarakat lain.
3. Perilaku maladaptive
→ Perilaku yang tidak dapat menyesuaikan
diri dengan keadaan yang memiliki dampak merugikan dan membahayakan orang lain
atau masyarakat.
4. Kesusahan pribadi
→ Menilai abnormalitas dari sudut pandang
subjektif seseorang dan bukan perilaku orang tersebut.
5. Neurosis dan Psikis
→ Neurosis atau gangguan jiawa adalah
gejala yang umum dialami oleh manusia pada taraf tertentu.
→ Neurosis memiliki cakupan sekelompok
gangguan yang ditandai dengan stress, kecemasan, kesedihan, atau gangguan
maladaptive lain.
→ Psikosis gangguan yang lebih serius.
Perilaku dan proses berpikir individu yang sudah mengalami gangguan perilaku
sehingga, sudah tidak ada lagi kontak yang realistis.
Mengenali normalitas-abnormalitas tingkah laku
Michael Rutter mengatakan bahwa tingkah
laku dianggap abnormal bila terdapat gejala-gejala sebagai berikut:
1. Tingkah laku tidak sesuai dengan usia
atau jenis kelamin
2. Kelainan menetap untuk waktu yang cukup
lama
3. Fluktuasi dalam kehidupan anak yabg
diluar kebiasaan
4. Tingkah laku yang meluas meliputi beberapa
area fungsi psikologisnya
5. Bentuk simtom mendekati gambaran gangguan
fungsi psikologisnya yang ada
6. Bentuk simtom mendekati gambaran gangguan
fungsi psikologis yang ada
7. Berat dan frekuensi dari simtom diluar
kebiasaan
8. Perubahan tingkah laku yang merupakan
impilikasi adanya kelainan
9. Situasi spesifik yang dapat mengganggu
anak dalam berinteraksi dengan orang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
normalitas-abnormalitas perkembangan.
Beberapa kelompok yang
memiliki pandangan mengenai penyebab normalitas/abnormalitas perkembangan,
sebagai berikut:
1. Kelompok yang menitikberatkan pada faktor
konstitusi atau dari dalam diri individu.
→ Faktor biologis yang sangat berpengaruh
dalam perkembangan seseorang.
2. Kelompok yang menitikberatkan pada faktor
lingkungan atau dari luar individu.
→ Faktor lingkungan yang menentukan tingkah
laku seseorang.
3. Kelompok yang menitikberatkan pada
interaksi faktor dari dalam dan luar individu.
→ Kelompok ini menimbulkan pertanyaan
tentang mana yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan apakah faktor dari
dalam atau faktor dari luar individu, tidak pernah mendapatkan jawaban yang
memuaskan. Anne Anastasi menyatakan bahwa:
·
Baik faktor konstitusi (nature) maupun faktor
lingkungan merupakan sumber timbulnya setiap perkembangan tingkah laku.
·
Kedua faktor tersebut tidak dapat berfungsi
secara terpisah, tetapi saling berhubungan dengan mempengaruhi perkembangan.
·
Interaksi kedua faktor tersebut merupakan
bentuk yang majemuk, artinya hubungan yang terjadi akan mempengaruhi hubungan-hubungan
lain yang akan terjadi.
Ada beberapa criteria yang sapat digunakan
untuk menentukan suatu perilakiu abnormal, antara lain:
1. Statistical
Infrequency
→
Persepektif ini menggunakan pengukuran
statistic dimana semua variable yang akan diukur didistribusikan ke dalam suatu
kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada
pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi
di kedua ujung kurva.
2. Unexpectedness
→
Biasanya perilaku abnprnal merupakan suatu
bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi.
3. Violation of norms
→
Perilaku
abnormal ditentukan dengn mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku
tersebut terjadi.
→
Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat,
berarti normal, jika bertentangan dengan norma yang berlaku berarti abnormal.
→
Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal
bersifat relative tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu.
4. Personal distress
→
Perilaku dinggap abnormal jika hal itu dapat
menimbulkan penderfitaan dan kesengsaraan bagi individu.
→
Kriteria ini bersifat subjektif karena susah
untuk menentukan standar tingkat distress seseorang agar dapat
diberlakukan secara umum.
5. Disability
→
Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan)
untuk mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya.
B. KLASIFIKASI
GANGGUAN
Beberapa perilaku
dapat diklasifikasikan sebagai perilaku abnormal. Berdasarkan sifatnya perilaku
abnormal dapat digolongkan menjadi beberapa antara lain:
1.
Yang bersifat akut atau sementara, yang
disebabkan oleh perisiwa yang penuh dengan stress.
2.
Yang bersifat kronis dan selama-lamanya.
3.
Yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan
pada system saraf.
4.
Yang merupakan akibat dari lingkungan sosial
yang tidak menguntungkan dan pengalaman belajar yang keliru.
Menurut Atkinson dkk individual differences menjadikan
keunikan dari individu, sehingga tidak ada dua orang yang mengalami
kehidupannya secara sama persis. Namun, ada beberapa kesamaan yang dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori keuntungan dan kelemahan dari
penggolongan terhadap perilaku abnormal.
→
Keuntungan jika kita menemukan berbagai macam
perilaku abnormal yang memiliki sebab yang berbeda-beda, kita dapat memilahkan
dengan kelompok individu menurut kesamaan perilaku dan kemudian mencari kesamaan
lainnya.
→
Kelemahan diabaikan konsep individual
differences, shingga ciri-ciri khusus pada pasien dapat dibedakan pula.
Teknik
Klasifikasi.
Klasifikasi gangguan jiwa dikenal dengan istilah diagnosis yang digunakan para
ahli jiwa di Amerika Serikat adalah Dignostic and Statistical Manual of
Mental Disorder, Fourth-Edition atau DSM-IV.
Menurut American
Psychiatric Association, diagnosis menurut DSM-IV disebut sebagai Multitaxial
Assessment, diklasifikasikan menjadi 4 taksis, yaitu:
Axis
|
Classification
|
Number
of Classification
|
Axis I
|
Clinical Disorders Other Condiion That May Be
a Focus of Clinical Attention
|
16
|
Axis II
|
Personality
Disorder Mental Retardation
|
12
|
Axis III
|
General Medical Condition
|
16
|
Axis IV
|
Psychological and Environmental
Problems
|
9
|
Axis V
|
Global Assesment of Functioning (GAS)
|
Scales:
1-100
|
Di Indonesia yang
digunakan adalah PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa).
Diagnose berdasarkan PPDGJlima aksis . kelima aksis tersebut adalah:
→ Aksis I & II : seluruhnya dapat dilihat di dalam klasifikasi PPDGJ
→ Aksis II :
gangguan ciri kepribadian tertentu
→ Aksis III :
gangguan fisik
→ Aksis IV :
taraf stres psikososial
→ Aksis V :
taraf tertinggi dari fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.docs-engine.com/pdf/1/jurnal-tentang-psikologi-abnormal.html
http://www.e-jurnal.com/2013/09/jurnal-penelitian-psikologi-abnormal.html?m=1
fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id › files
Tidak ada komentar:
Posting Komentar